"Kata-kata Tak Boleh Dipenjarakan"




Rapat paripurna menjadi momen
pura-pura
Meningkatkan mobilitas demi kepentingan dirinya bagaikan kura kura.

Tapi apakah tuhan murka pada mereka
Aku bertanya karena melihat rakyat muntah berlumurkan darah.

Hei ini bukan sementara saudara,
Inilah tujuan negara yang menindas hingga tak menyisahkan ampas namun berkata inilah jalan menuju sejahtera.

Jika ini sandiwara maka merekalah yang sutradaranya
Yang selalu menyandara manusia tak bersalah bagaikan bajak laut yang menyerang dan menjera.

Kemiskinan terus dipelihara negara
Dan kini burung garuda yang masih dipenjara, entah sayap sayapnya dicabut dan dibawah oleh siapa.

Kita tak akan terbang sebab
garuda tak mungkin bisa terbang tanpa sayapnya.

Belum lagi kebudayaan kami.

Kebudayaan kami harus di lestarikan,kini di perjual belikan atas kepentingan kelompok tertentu.

Tak lain itu pasti adalah mereka,
Merekalah para politisi yang selalu
sama saja di mana-mana.

Mereka berjanji membangun jembatan bahkan di tempat yang tidak ada sungainya.

Mereka berbanji akan memberi kaca mata bahkan kepada orang yang tidak buta.

Berjanji dan berjanji demi muaskan kebutuhan diri dan istri yang kian melambung tinggi sesuai tuntutan zaman modern saat ini.

Kita adalah anak yang dilahirkan dengan adat dan budaya, bukan dilahirkan oleh aturan konstitusi yang keliru  dan demokrasi yang begitu sempit membuat kami tak bisa bernafas.

Jangan bodohkan kami
jangan butakan kami
jangan bungkamkan kami

Jangan penjarakan pikiran kami dengan dengan berbagai alasan yang ada.

Jangan butakan kami dengan pecintraan berfantasi dan korporasi serta ekslpoitasi yang bermotif belas kasih kepada kami.

Kami ingin selalu bersuara untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya,
Namun kami selalu saja dilarang dengan uandang undang yang ada.

Apa yang di maksudkan dengan undang-undang itu,
Jika undang-undang itu sendiri memperlakukan kami tanpa keadilan.

Apa guna demokrasi itu, karna setiap  kami ingin bersuara kami selalu dianggap subversiv, jika iya berarti ini bukanlah demokrasi melainkan sistem fasis yang begitu otoriter dan kabal terhadap  otokritik kesadaran diri yang manusiawi.

Apa guna konstitusi jika aturan itu hanya dibuat buat semata-mata untuk kepentingan mereka dan untuk melindungi mereka dari kesalahan.

Apa guna kita miliki pancasila
Kalau pancasila itu tak pernah kita rasakan walaupun selalu didambakan.

Apa guna adanya mereka jika,
adanya mereka memebuat kita malah kehilangan dan makin tambah kelaparan.

Yusril Toatubun
Malang.19.02.2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini