MENEMPUH PERJALAN HIDUP
Dulu waktu libur dan balik ke kampung halaman, di tual, aku dinasihati oleh bapak soal kehidupan. "ORANG JADI ORANG BASAR MUSTI KUAT HADAPI BADAI DAN OMBAK KEHIDUPAN" Katanya sambil menyetir mobil dan aku duduk disampingnya sambil merenungi nasihat itu.
Bapa juga menganalogikan seorang tukang penyekop tanah, dia menunjukan penyekop tanah itu dengan sekaligus memaknainya kepadaku. "Lihat, hidup itu keras. Skolah bae-bae supaya hidup seng susah, orang skolah itu cari kerja senang, kalo bapa dong dolo seng bisa skolah kaya ko skarang makanya seng bisa hidup pangku kaki, harus kerja. Bapa kasi liat ini, bilang ini, supaya pi skolah bae-bae lalu pulang lia mama, bapa deng keluarga samua. Katanya sambil melihat ku sebentar.
Bapak seorang yang teguh soal prinsip, seperti logika yang tidak bisa diubah substansinya, A =A dan yabg bukan A= yang bukan A.
Keteguhan prinsip itu juga tercermi pada waktu bapak bercerita soal kisah mendidik kk Eli waktu masih duduk dibangku SMA. Bapak dengan tegas berkata sambil penuh marah ketika mengetahui kk Eli menghisap rokok dan membawa motor, dia marah karena kalau masih skolab tidak boleh dulu merokok sama mengendara motor, khawatirnya jatuh atau kecelakaan dapat menyebabkan jaminan masa depan terancam kalau sampai tubuh ada yang cacat, juga dengan merokok yang pada waktu nanti akan mengakibatkan penyakit. Marah itu dilandasi kecintaan bapak sebagai orang tua yang tak ingin masa depan anaknya menjadi hilang. Dan tak sia-sia, pada saat lulus SMA dan waktu mengikuti tes polisi dijayapura kaka Eli ternyata lolos, dihari perayaan pelantikannya dia mengatakan dengan wajah senang bercampur sedih: seandainya kalo bapak tidak marah dan menjaga beta pu kesehatan waktu skolah dolo, mungkin beta seng bisa tembus jadi polisi. Bapak juga ikut gembira, kk eli pun menyambung dengan perkataan: bapak, sekarang beta sudah punya gaji sendiri, lau bapak membalasanya: eli, uang itu buat kau, buat kau pu hidup, buat bapak tidak usah, yang penting ko bisa hidup.
Bapak adalah seorang yang sangat teguh memegang prinsip, baik salam kehidupan dibidang keluarga maupun diluar rumah seperti kegiatan dan perjuangan dimedan politik. Sudah dua kali bapak calon DPR, dan sekrang 2019, bapak akan ikut lagi dalam kompetisi pemilu ini. Setiap usahabaginya adalah bagaimana tujuan harus bisa dicapai dengan memanfaatkan segala kemampuan. Hingga pada suatu saat, saat tulisan ini saya buat adalah ketika setelah telpon beberpa menit dengan mama setelah sebelumnya berbicara dengan bapak juga beberapa menit. Aku memebicarakan soal akan pindah jurusan yang sekarang saya sedang tempuh, yaitu Jurusan (PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA) jurusan yang telah kutempuh hingga semester (5) di Institue Teknologi Nasional Malang. Bukan lantaran ketidakmampuan lalu aku memilih berkeinginan pindah, tapi karena bukan atau tidak sesuai dengan keahlian saya dan minat belajar saya yang lebih terfokus dibidang sosial, politik, hukum, dan HAM. Kefokusan belajar ilmu-ilmu sosial ini tercermin dalam setiap rutinitas bacaan buku saya dan aktifitas diskusi juga mengikuti seminar di luar kampus. Rutinitas diluar kampus dan segala bacaan-bacaan buku telah ikut menggerkanku untuk memustuskan dengan matang harus pindah ke jurusan lain, yaitu hukum. Meskipun bukan hanya pertentangan minat belajar yang membuatku ingin pindah namun juga soal ilmu yang rasanya saya tidak pernah dapati dikampus, enatah karena saya yang bodoh atau dosen yang kurang berkualitas, entah saya yang merasa aneh dengan materi kelas atau dosen yang terus menerus memakai metode lama, enatah saya yang tidak serius belajar, atau dosen yang kurang berdialektiak, enatah saya yang kurang memebaca atau dosen yang terlalu terpaku mereduksi kemalasan memeberi pelajaran san hanya menyalakan power point dan menggesernya dari satu halaman-kehalaman lain tanpa upaya memehamkan isi power point pada mahasiswa. Aku sampai bingung dengan jalan yang kutempuh hingga semester enam dan gank mendapat manfaat apa-apa dari kampus dalam perihal pengetahuan. Aku terpaksa harus menyampaikan bahaa aku harus pindah ke bapak, mama, juga istriku. Pada semester 3 memang sudah pernahk kutakan ke bapak dan mama bahaa aku tak sesuai dengan jurusan namhn bapak dengan keteguhan prinsipnya untuk mendidik dia ingin aku harus tetap menempuh, walaupun jika dibandingkan dengan mama gang juga kadang keras, tapi pada waktu itu mama lebih memahami dan bersifat terbuka dengan pilihanku pindah jurusan jika itu baik. Hingga samapai pada semester lima akhir, pada saat-saat pembayaraan untuk pindah ke semester enam telah dibuka, kegelisahan ini kembali kusampaikan, namun kali ini aku lebih matamg memikirkan semuab ini, namun kematangan itu tetap masih diperkabur lagi dengan rasa takut memgecewakan oramg tua kalau nanti aku pindah jurusan. Bapak ketika kuhubungi, dengan membuka percakapn ditelpon akan penjelasan kondisiku dalam menempuh perkuliahan dan membandingkannya jika aku pindah bapak ternyata masih tetap berpegang teguh pada prinsip mendidiknya, yaitu TIDAK BOLEH PINDAH! HARUS SELESAIKAN, SAMPAI WISUDA, JANGAN BUAT ORANG TUA MALU, DAN PERJALANAN KULIAHMU SUSAH BUANG BANYAK UANH, HARUS SELESAIKAN. Seperti ini yang ku kutip dari beberpa menit percakapan itu. Ketika itu, mama pun turut memperhatiakan kegelisahan itu, sebagai anak mama tentu lebih memahami anakn dari perasaan, dengan kontak batin antara mama dan saya tampaknya mama selalu lebih memahamiku, lebih mengerti apa yang aku inginkan dimasa saat ini dan msa depan.
Namun, aku masih sajah bersandar pada kuliah yang sudah terlanjur kutempuh, perkataan ayah bahaa harus lulus, dan juga tanggung jawabku secara penuh atas apa yang sudah aku jalani. Namun aku tetap berharap dengan penuh semangat berusaha agar prinsip bapak yang mendidik ku ini akan suatu saat berkisah manis dan berbuah harmonis bagi mama bapa dan keluarga, sperti kisah Kk Eli, aku meanantikan itu. Aku percaya akan kisah iti, dan aku percaga akan keteguhan bapak mengajariku dan menegaskan bagiku hari ini agar tidak pindah akan membuahkan hasil yang baik.
Malang, selasa, 12 februari 2019
Pukul 04:13 subuh
Komentar
Posting Komentar